Tuesday, July 23, 2019

Berhenti berasumsi sederhana

Pernah lelah ngga sih menghadapi perangai manusia like everyday?

Kadang orang atau bahkan gua sendiri suka membuat kata-kata bijak seperti "ayolah, jangan terlalu cepat berasumsi" tapi pada kenyataannya setiap manusia yang gua temui sering sekali melakukan asumsi-asumsi sederhana tanpa melihat rapat kedalamnya..

Contoh: Di kantor gua ada info perihal kenaikan gaji. Beredar kabar yang mencuat kepermukaan adalah "katanya" yang mendapatkan kenaikan upah hanya yang menduduki posisi teratas saja (bos), sedang yang mempunyai status "staff" tidak akan mendapatkan kenaikan upah. Padahal, belum ada surat keterangan resmi yang dikeluarkan menejemen perihal kenaikan upah tersebut, tapi asumsi yang beredar sudah macam-macam. Ada yang teriak-teriak "pemimpin dzolim" lah, "tidak sesuai peraturan" lah, "maunya enak sendiri" lah. Orang-orang yang berasumsi ini (termasuk gua) mungkin tidak tahu, bahwa menejemen sedang memutar otak bagaimana menyetarakan kenaikan upah agar adil. Atau menejemen mungkin sedang benar-benar memutar otak bagaimana proses kenaikan upah ini akan menjadi setara tanpa mengubah SOP yang ada. Toh, sampai saat gua menulis ini, belum ada satu karyawan teratas sampai terendah-pun yang sudah mendapatkan kenaikan upah.

Point dari contoh di atas adalah gua marah terhadap diri gua sendiri. Kenapa gua semudah itu untuk berasumsi pendek tentang segala hal? Mau hal itu besar ataupun kecil, tentu saja kita harusnya ngga boleh punya pikiran pendek kaya sumbu kompor kaya gitu. Apakah kita sebagai manusia mempunyai kadar untuk bebas membuat asumsi-asumsi sederhana yang sebenarnya jauh dari kebenaran? 

Atau contoh kasus kedua adalah yang saat ini lagi happening "Nunung tertangkap polisi memakai narkotika jenis shabu". Masuk akun gosip. Nitizen sang maha benar berbondong-bondong menggoyangkan jempol-nya untuk berasumsi pendapat mereka masing-masing tanpa mencari tau berita sebenarnya seperti apa. Kalaupun memang benar Nunung positif memakai shabu, lalu apakah kita sebagai sesama manusia yang sama-sama hina ini berhak ngebully rame-rame Nunung? Tentu jawabannya tidak.

Coba deh, kita berpikir sejenak. Sebenernya melakukan asumsi sederhana itu ya kaya dosa yang dilakukan secara ngga sadar gitu ngga sih? Sinonimnya "ghibah". Enak aja keluar dari mulut. Bahkan some of people including gua (lagi-lagi) ngga sadar bahwa itu lagi nyakitin hati orang. Padahal itu dalam islam adalah dosa besar. Disebutnya fitnah. Dan fitnah lebih kejam dari pembunuhan. I know its cliche, but thats the truth.

C'mon people and me. I encourage you and myself untuk stop berasumsi pendek. Please cari kebenaran, korek sampe dalem. Kalau asumsi pendek kalian selama ini salah, please biasakan dari sekarang untuk berhenti deh ngira-ngira yang ngga penting. Tapi kalau memang asumsi pendek kalian adalah benar, belajar gentleman untuk ngomong langsung ke yang bersangkutan bahwa itu salah, dan beranikan untuk membenahi. Bukan cuma bisik-bisik di belakang tapi ngga bertindak apa-apa. 

I talk to myself, also.




No comments: